Tanya:
Ustadz,
saya punya toko busana Muslim. Saya mengajak kepada para desainer Muslim untuk
jualan baju di toko saya. Saya menetapkan ketentuan, untuk setiap pakaian yang
terjual di toko saya, maka toko saya mendapat 20 persen (dari harga jual).
Apakah akad seperti ini boleh? (Murni,
Sleman).
Jawab:
Akad yang
ditanyakan di atas lazim disebut dengan istilah titip jual atau konsinyasi,
yaitu menjual suatu barang dengan cara menetapkan barang tersebut tersebut
kepada pihak lain (pemilik toko dsb) dengan memberikan komisi kepada pemilik
toko. Untuk penentuan komisi, biasanya pihak pemilik toko akan menjual barang
dengan harga di atas harga yang ditentukan oleh pemilik barang.
Hukum titip jual atau konsinyasi secara syariah adalah boleh, karena
termasuk dalam akad samsarah (perantaraan
jual beli) yang telah dibolehkan dalam syariah Islam. Samsarah (brokerage) didefinisikan sebagai suatu
profesi (pekerjaan) di mana pelakunya menjadi perantara antara pihak penjual
dan pihak pembeli. Pelaku samsarah disebut simsar, yaitu perantara
antara penjual dan pembeli. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam
Lughah Al Fuqaha`, hlm. 191).
Samsarah merupakan pekerjaan yang halal menurut syariah Islam. Dalilnya
hadits Nabi SAW yang men-taqrir(menyetujui)
samsarah pada masa Nabi SAW. Diriwayatkan dari Qais bin Abi Gharazah Al Kinani
ra, bahwa dia berkata, “Dahulu kami (para sahabat) berjual beli di pasar-pasar
di Madinah dan kami menyebut diri kami samaasirah (para
simsar/makelar). Keluarlah Rasulullah SAW kepada kami, kemudian beliau menamai
kami dengan nama yang lebih baik daripada nama dari kami. Rasulullah SAW
bersabda,’Wahai golongan para pedagang, sesungguhnya jual beli sering kali
disertai dengan ucapan yang sia-sia dan sumpah, maka bersihkanlah itu dengan
shadaqah.” (HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah no 2145; Ahmad dalam Al Musnad, IV/6; Al Hakim dalam Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140, dan 2141).
Imam Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan hadits di atas dengan mengatakan,
”Berdasarkan taqrir (persetujuan) dari Nabi
SAW terhadap pekerjaan samaasirah (para
simsar/makelar), juga dari sabda beliau yang berbunyi,’Wahai golongan para
pedagang’ (Arab : yaa ma’syar al tujjaar), jelaslah
bahwa samsarah itu hukumnya boleh dan termasuk dalam perdagangan (al tijarah). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, II/309).
Adapun terkait dengan komisi, syariah Islam mewajibkan besarnya komisi
haruslah jelas (ma’lum), meskipun cara penetapan
besarnya komisi boleh dengan bermacam-macam cara, selama cara itu sudah
disepakati oleh masing-masing pihak. Besarnya komisi/upah boleh ditetapkan
dengan berbagai cara antara lain : (1) berupa jumlah uang tertentu, misalnya Rp
10.000 untuk setiap unit barang yang terjual; (2) berupa persentase dari laba,
misalnya 50 persen dari laba harga barang yang terjual; (3) berupa persentase
dari harga barang, misalnya 10 persen dari harga barang yang terjual; (4)
berupa kelebihan harga dari harga yang ditetapkan penjual, (5) atau berupa
ketentuan yang lainnya sesuai kesepakatan. (Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fi Al Islam, hlm. 226,
Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah,
2/310).
Berdasarkan penjelasan di atas, boleh saja dalam akad titip jual disepakati
bahwa pemilik toko menjual barang dengan harga di atas harga yang ditentukan
oleh pemilik barang, sebagaimana lazimnya dalam akad titip jual. Namun itu
bukan satu-satunya cara penentuan komisi yang dibolehkan, karena boleh juga
disepakati bahwa komisi bagi pemilik toko adalah sekian persen dari harga
barang yang terjual. Wallahu a’lam.[]KH. M. Shiddiq al Jawi
Post a Comment