
Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto (tengah) memberikan keterangan terkait penangkapan pelaku dugaan penyebaran ujaran kebencian terhadap Iriana Joko Widodo berinisial DI di Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/9). Pelaku yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian menggunakan media sosial instagram ditangkap di Palembang. ANTARA FOTO/Agus Bebeng/pd/17
Dakwah Jateng
– Di balik penangkapan penghina Ibu Negara Iriana Jokowi, polisi dinilai
telah berbuat jahat karena teleh mendiskreditkan bendera tauhid dan Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) dengan melakukan framing negatif.
“Seperti yang
kita ketahui, penangkapan aktivis sosial media kembali dilakukan. Kali ini
sangat mengganggu pikiran saya dan melukai perasaan saya, karena ini sangat
jahat,” ujar Ustadz Felix Siauw dalam video pernyataannya di akun youtube
Felix Siauw, Rabu (13/9/2017).
Menurut
Felix, yang jahat adalah framing yang dilakukan dengan berita itu, dengan
keterangan. “Lalu satu buah bendera HTI dan satu buah gantungan kunci HTI
sebagai barang bukti.”
Felix juga
menjelaskan framing adalah cara membingkai berita, agar yang mendapatkan berita
itu punya pemahaman sebagaimana yang diinginkan oleh yang membingkai berita.
Misalnya BBC dan CNN selalu menggunakan kata “jihad”, “teror”, ketika pelaku
kejahatannya seorang Muslim, untuk mengidentikkan kejahatan dengan Islam.
“Stigmatisasi
itu juga sering kita temukan di Indonesia, saat pelaku kriminal ditangkap, maka
langsung mengenakan jilbab dan kerudung hitam, lelakinya berpeci putih,”
ungkapnya.
Ia juga
mengungkapkan, dalam film-film holywood, pelaku teror pasti diambil yang
berjanggut dan bersurban, seorang Muslim, dengan latarnya kumandang adzan dan
takbir. Di Indonesia sendiri, saat pelaku teroris ditangkap, framing media
dengan menyorot Al-Quran, sajadah, buku-buku islami di rumah pelaku, seolah
Islam sebab terorisme.
“Hasilnya?
Islamophobia. Orang-orang Barat takut ketika melihat janggut dan jilbab,
khawatir saat mendengar adzan dan takbir, tertanam di bawah sadar mereka,”
beber Felix.
Ia
menyimpulkan, ini yang disebut framing, dan ini yang sepertinya coba dilakukan
oleh pihak kepolisian terhadap kasus penghina ibu negara, terlepas dari fatal
dan parahnya logika yang digunakan.
“Apa
hubungannya pelaku penghinaan dan bendera tauhid (yang diklaim bendera HTI oleh
kepolisian)? Hingga bendera tauhid itu harus jadi barang bukti? Apa hasil yang
diinginkan dari berita-berita yang disebarluaskan semacam itu? Orang jadi takut
dengan HTI, seolah HTI yang menjadi inspirasi dari tiap kejahatan di negeri.
Bukankah kepolisian itu seharusnya memberikan ketenangan dan kenyamanan pada
masyarakat? Bukannya malah menjadi aktor framing sehingga membuat kerisauan?”
pungkasnya.[MU]
lihat video lengkapnya di https://www.youtube.com/watch?v=ZdLaP2Yv6bY&t=9s
Post a Comment