
Dakwah Jateng- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
khawatir rencana kebijakan pemerintah untuk menyederhanakan sistem tarif
listrik dengan daya minimal 5.500 voltampere (VA) akan melambungkan tagihan
listrik dan membebani konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi
mengatakan, meski Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) menjamin tarif listrik tak naik, namun
masih ada keraguan karena hadirnya sejumlah indikator.
“Konsumen khawatir sistem tarif baru
tersebut akan melambungkan tagihan listriknya,” ungkap Tulus dalam keterangan
tertulis, Kami(16/11).
Salah satu indikator yang menimbulkan
keraguan ialah terkait formula pemakaian minimal pelanggan. Menurut dia, PLN
memang tak menetapkan abonemen dan tak menaikkan tarif dasar listrik per
kilowatt hour (kWh), tetapi menerapkan formula baru yakni pemakaian minimal.
“Dari formulasi pemakaian minimal inilah
tagihan konsumen berpotensi melambung,” jelasnya.
Dia mencontohkan, pemakaian minimal
untuk 1.300 VA adalah 88 kWh (Rp 129.000), sedangkan 5.500 VA pemakaian minimal
220 kWh, atau sekitar Rp 320.800.
Selain itu, penyederhanaan tarif akan
mengakibatkan konsumen listrik berperilaku konsumtif. Dengan, aliran listrik
yang loss stroom, penggunaan listrik konsumen berpotensi boros dan tak
terkendali.
Menurut dia, hal itu tak sejalan dengan
kampanye hemat energi dan hemat listrik yang dilakukan pemerintah.
Dari sisi hulu, kebijakan penyederhanaan
tarif diduga terjadi karena adanya kelebihan pasokan energi listrik seiring
rencana pemerintah membangun pembangkit 35.000 MW. PLN mengalami kelebihan
pasokan, sementara ketersediaan listrik harus tetap dibayar dengan
ditetapkannya mekanisme take or pay listrik swasta (IPP).
Upaya meningkatkan penjualan listrik
juga berpotensi tidak tercapai mengingat daya beli konsumen yang masih lemah.
Faktanya, konsumsi energi listrik di Indonesia masih rendah, rata-rata hanya
630-an kWh per tahun per kapita.
Dia mendesak pemerintah untuk lebih
berfokus mempercepat ratio elektrifikasi ke pelosok Indonesia Timur yang masih
rendah, dan memperbaiki kualitas listrik dibandingkan melakukan penyederhanaan
golongan listrik
Post a Comment