
Oleh : Septian Wahyu
(Analis NPW-Nusantara Politics Watch)
Fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah membuktikan
apakah tindakan pencabutan status Badan Hukum Perkumpulan atau pembubaran sah
atau tidak. Pisau analisisnya secara hukum ada 3 (tiga), yaitu secara kewenangan,
prosedur dan substansi, apakah sudah benar atau tidak. Namun PTUN telah menjadi
media Pemerintah untuk menghakimi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari
tuduhan-tuduhan yang materil, sedangkan uji materil tempatnya di Pengadilan
Negeri, namun Pengadilan Negeri dihapuskan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu
Ormas) yang telah ditetapkan menjadi undang-undang.
Bukti-bukti dari Pemerintah berupa surat maupun rekaman tidak
terkonfirmasi secara jelas mendukung SK Kemenkumham. Misalkan saat Kemenkumham
memutar bukti video pada sidang gugatan HTI di PTUN Jakarta dan salah satu video yang diputar di
persidangan adalah video rekaman Muktamar HTI di Gelora Bung Karno, Senayan,
Jakarta, 2013 silam (kompas.com, 2018) . Video kegiatan
tersebut tidak relevan ditayangkan, karena kegiatan tersebut terjadi tahun 2013
pada masa Pak SBY bukan Pak Jokowi. Semua kegiatan HTI pada saat itu mendapatkan izin dan tidak
dinyatakan sebagai kegiatan yang terlarang. kalaupun kegiatan tersebut dilarang
harusnya sudah dikeluarkan Perppu oleh Pak SBY dan dibubarkan pada saat itu.
Ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah jauh dari persoalan hukum
di PTUN. Misalkan dihadirkan mantan Kepala BNPT, Ansyad Mbai. Ansyad Mbai memaparkan data yang menunjukkan pelaku aksi teror
di Indonesia yang telah tertangkap dan diputuskan bersalah dalam persidangan
berasal dari HTI atau setidaknya pernah bergabung dalam HTI. Dalam catatannya,
di muka majelis hakim PTUN, Ansyaad mengatakan ada 25 nama yang terlibat aksi
teror, dan 10 di antaranya warga negara asing yang telah deportasi. Ia lantas
menyingung dua aspek yang melatarbelakangi penyebaran radikalisme dan terorisme
yang mengatasnamakan Islam (cnnindonesia.com, 2018) .
Pernyataan Ansyad Mbai harus dibuktikan, apakah ada kaitannya
secara langsung aksi terorisme itu perintah atau inisiasi secara lembaga (Organisasi
HTI) atau tidak, kalau tidak berarti eks pelaku terorisme tersebut melakukan
aksi terorisme karena inisiatif sendiri. Karena semua eks pelaku terorisme
sudah ada putusan hukumnya, disini harus dicek apakah ada perintah dari HTI,
atau mereka diorganisasikan HTI untuk melakukan aktivitas tersebut.
Sebenarnya tidak ada korelasi keahlian terorisme dengan HTI
dalam persidangan, karena proses persidangan ini adalah untuk membuktikan benar
atau tidak keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Kemenkumham
tentang Pencabutan Status Badan Hukum Perkumpulan HTI. Keahlian terorisme tidak
ada relevansinya dengan proses persidangan ini. Yang ada hanyalah framing dari
Ansyad Mbai untuk mengaitkan HTI dengan terorisme atau HTI menginspirasi
terorisme. Menuduh berbagai kegiatan HTI, selalu ujungnya ingin mendirikan
Khilafah. Padahal kita tahu selama ini, bahwa ketika berinteraksi dengan HTI,
dalam dakwahnya tentang Syariah dan Khilafah adalah murni secara pemikiran dan
tanpa kekerasan.
SK yang dikeluarkan Pemerintah tanpa proses pemeriksaan atau due proces of law tanpa pernah pihak HTI
dipanggil, adalah hal yang fatal. Perppu terbit tanggal 10 dan HTI dibubarkan
tanggal 19, harusnya Pemerintah menunjukkkan apa kesalahan HTI selama kurun
waktu selama 9 hari tersebut, namun hal tersebut tidak tampak dalam SK.
Termasuk bukti-bukti berupa buku-buku terbitan HTI, bahwa
materi dalam buku-buku tersebut dikhawatirkan Pemerintah mengancam Pancasila
dan UUD 1945, namun buku tersebut belum pernah dilarang atau dibredel oleh
Pemerintah. Paham atau Ide Khilafah yang didakwahkan oleh HTI pun tidak pernah
dinyatakan oleh pengadilan sebagai paham yang bertentangan dengan Pancasila,
hal ini berbeda dengan atheism, komunisme, leninisme, dan marxisme yang jelas
dilarang dan sudah diundangkan.
Bukti-bukti yang dihadirkan Pemerintah dalam sidang PTUN tidak
memperkuat bahwa itu adalah bukti yang dijadikan dasar dan pembenaran bagi
Tergugat (Pemerintah) untuk mengeluarkan SK Pencabutan Badan Hukum Perkumpulan
HTI, sedangkan
para ahli dari pihak Pemerintah hanya berbicara tentang tuduhan dan framing
saja. Masyarakat akan semakin melihat bahwa Pemerintah telah gagal berhadapan vis-Ã -vis dengan HTI, dan hal ini justru
akan menurunkan level kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah.
Post a Comment