[Memilih Antara Maling dan Penyamun]
Oleh: Nasrudin Joha
Malang
Nama Kota, tetapi ternyata Cakada Kota Malang juga bernasib Malang. KPK
memang jahat, kejam, tega, tidak berperikemalingan. Ini kan lagi musim
kampanye, musim memoles citra, musim menyebar hoax politik (kampanye),
musim mengumbar janji, musim mendekat kepada rakyat, musim bagi-bagi
program, musim perbaikan karpet masjid, musim memberi sandang (kaos)
kepada rakyat, musim menghias pepohonan dipinggirkan jalan, kok sebegitu
tega sih ? Sungguh teganya, teganya, teganya, teganya, hoooo pada
dirinya.
Dua
Calon Wali Kota Malang secara sepihak ditetapkan tersangka dugaan
tindak pidana korupsi (Tipikor). Keduanya adalah Yaqud Ananda Gudban dan
M Anton. KPK tidak pernah berembug, tidak pernah mengindahkan arahan
kemenpolhukam, KPK diktator, KPK tidak pernah memperhatikan suasana
kebatinan calon dan para pendukungnya.
KPK
juga tidak mempertimbangkan masa depan demokrasi. Masa depan
pemerintahan di daerah. KPK bikin pusing para pemilih, masak karena ulah
KPK pemilih dipaksa mencoblos tersangka Tipikor ?
KPK
juga tidak mau pakai sistem kredit, 19 orang tersangka baru dalam
perkara dugaan Tipikor dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang tahun
anggaran 2015 juga disusulkan dalam keterangan KPK.
Wow,
ini berat, mereka ga akan kuat, bagaimana dengan rakyat ? Ini korupsi
berjamaah, ini kenduri bagi-bagi berkat, lantas sebenarnya praktik
pemerintahan ini seperti apa?
Ini
baru di Malang, bagaimana di kota atau kabupaten lainnya? Provinsi
lainnya ? Apakah seluruh rakyat Indonesia akan disuguhi iseng-iseng
berhadiah koruptor ? Memilih Cakada, yang kemudian ditetapkan tersangka
oleh KPK ?
Apakah
tidak ada pilihan lagi, sudah seperti memilih maling dan penyamun ?
Jika nasib tidak baik, rakyat tidak tahu pemimpinnya korupsi. Jika nasib
tragis, rakyat mendapati pemimpinnya tersangka korupsi. Ini tragedi apa
lagi ?
Ah,
coba terangkan kepadaku, bagaimana rakyat harus bersikap ? Tetap
mendatangi bilik-bilik suara, untuk memilih tersangka korupsi menjadi
pejabat di daerah ?
Jika
engkau meminta keterangan dariku, maka aku tegaskan : itulah,
konsekuensi mengambil pilihan sistem yang bukan dari Allah SWT.
Demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang diambil berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pada faktanya, yang berdaulat bukan rakyat tapi modal.
Karena
daulat modal, semua calon pemimpin harus punya modal untuk mendapatkan
daulat rakyat. Mereka, harus menyiapkan modal untuk biaya kampanye,
cetak spanduk dan baliho, bikin kaos, bikin bendera dan atribut parpol,
menyediakan anggaran saksi, dan seabrek persyaratan lainnya.
Gaji
gubernur kecil, gaji bupati kecil, gaji walikota kecil. Cara paling
rasional untuk menutup biaya politik adalah dengan menyalahgunakan
wewenang (baca: korupsi).
Bisa
dengan menjual konsesi, Perijinan, fasilitas dan layanan, memanfaatkan
aset daerah dikerjasamakan dengan swasta, menjual proyek dan
tender-tender, serta tindakan lain yang pada pokoknya memindahkan duit
anggaran daerah dari kantong APBD ke kantong swasta, kemudian mendapat
fee dari aktivitas pemindahan duit itu.
Berbeda
dengan sistem Khilafah. Kedaulatan di tangan syariat, standarnya
syariat Islam. Menjadi kepala daerah itu di tunjuk Khalifah. Tidak perlu
kampanye-kampanyeaan, pilih-pilihan.
Jika menyimpang, Khalifah bisa langsung mencopot jabatan gubernur atau wali, tanpa menunggu periode lima tahunan.
Gubernur
juga bisa fokus sibuk melayani umat, tidak disibukan dengan pencitraan
agar dipilih umat. Jika umat komplain atas gubernur kepada Khalifah,
Khalifah bisa langsung mengganti gubernur tanpa prosedur berbelit-belit.
Khalifah
dan para gubernur (wali) tidak akan pernah dipusingkan dengan agenda
pilih-pilihan setiap lima tahunan. Seluruh hidup mereka telah
dinisbatkan untuk umat, menerapkan syariat dan melayani umat.
Khilafah
bisa berkonsentrasi pada banyak hal dan banyak soal, bukan hanya
berputar-putar dipusingkan dengan balada pilih-pilihan, sebagaimana
jamak terjadi dalam sistem demokrasi.
Udah,
Khilafah aja. Demokrasi ga akan kuat melayani umat, serahkan pada
Khalifah saja, niscaya rahmat Allah SWT akan menaungi segenap penjuru
alam. [].
Post a Comment