
Fenomena Keraton Agung Sejagat baru - baru ini membuat heboh warga
Purworejo, Jawa Tengah. Bahkan Wapres KH. Makruf Amin menanggapi fenomena
Keraton Agung sejagat ini seperti Khilafah. Alasannya, Keraton Agung
Sejagat ini melampaui batas - batas wilayah (www.tempo.co, 17/01/2020).
Sesungguhnya menyamakan Keraton Agung Sejagat dengan Khilafah merupakan
kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Tentunya hal tersebut berpotensi
akan mengaburkan konsepsi tentang Khilafah yang benar di tengah - tengah
umat.
Antara fenomena Keraton Agung Sejagat dengan Khilafah terdapat perbedaan
yang mendasar. Adapun perbedaan mendasar di antara keduanya adalah sebagai
berikut ini.
_Pertama_, dari sumber kemunculannya.
Keraton Agung Sejagat menurut pengakuan Toto (sang raja), berasal dari
bisikan atau wangsit dari Raja Majapahit. Menurutnya, Keraton Agung Sejagat
yang akan didirikannya itu adalah pewaris Kerajaan Majapahit. Tentunya ini
berbeda dengan Khilafah.
Konsepsi Khilafah itu merupakan ajaran Islam yang bersumber dari Al -
qur'an dan hadits Nabi. Sebutan Khilafah diperuntukkan bagi kepemimpinan
sepeninggal Nabi saw. Kepemimpinan Khilafah dalam hal pengaturan urusan
rakyat bukan dalam hal kenabian. Khilafah berfungsi sebagai pelaksana hukum
- hukum Islam. Dalam hal ini terdapat sebuah kaidah ushul fiqih yang
menyatakan:
مالا يتم الواحب الا به فهو واجب
Tidak akan terlaksana satu kewajiban tanpa kewajiban yang lain, maka
kewajiban yang lain itu menjadi wajib.
Kewajiban untuk menghukumi segala sesuatu dengan syariat Islam tidak akan
sempurna melainkan dengan adanya Khilafah. Hukum - hukum Islam terkait
muamalah dan sistem sangsi hanya bisa dilaksanakan secara baik melalui
Khilafah.
_Kedua_, dilihat dari proses pembentukannya.
Fenomena Keraton Agung Sejagat dalam proses pembentukannya melalui
pendekatan stick dan carrot. Stick akan diberikan kepada mereka yang tidak
mau bergabung. Ancaman mendapatkan bahaya menjadi narasi ampuh. Bagi mereka
yang mau bergabung, akan diberikan jaminan kebahagiaan bahkan iming - iming
materi, seperti menjadi pejabat kerajaan. Asalkan mereka mengikuti
ketentuan dengan membayarkan sejumlah nominal uang. Seperti dilangsir oleh
Tirto.id (21 Januari 2020), ada seorang korban yang mengaku bahwa ia
membayar Rp 8,5 juta hanya untuk mendapatkan bintang tiga. Di samping
mendapat gaji yang besar, juga setiap selesai rapat akan mendapat pesangon
uang dollar. Tentunya menggiurkan. Apatah lagi bagi mereka yang memang
rendah tingkat kesejahteraan ekonominya.
Tentunya hal demikian tidak ada di dalam Khilafah. Khilafah itu sebuah
sistem yang dibangun atas asas kesadaran umat. Proses dakwah sejatinya
adalah edukasi kepada umat atas kewajibannya menerapkan hukum Islam secara
menyeluruh. Khilafah memegang kunci sebagai metode baku guna menerapkan
Islam. Pertanyaannya, kalau bukan Khilafah, lantas sistem pemerintahan yang
mana untuk bisa menerapkan Islam secara menyeluruh?
Tatkala kesadaran kolektif umat Islam terbentuk, mereka akan memperjuangkan
penerapan Islam secara menyeluruh dengan wadah Khilafah. Jadi umat Islam
sendiri yang memperjuangkan tegaknya Khilafah. Umat bergerak atas dasar
keimanannya kepada Alloh Swt dan RasulNya Saw.
_Ketiga_, dari persyaratan akan pembentukannya.
Rasanya saya sudah kehabisan kosakata untuk menggambarkan fiktifnya
konsepsi Keraton Agung Sejagat. Kalau disebut memiliki rakyat, justru
mereka berupaya mencari pengikut guna dijadikan sebagai rakyatnya. Artinya
Keraton Agung Sejagat ini alih - alih bereputasi sejagat, eh... justru sang
raja dan ratunya diciduk oleh polisi. Keduanya dijerat dengan KUHP pasal 14
no 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong dan berbuat onar dengan
ancaman penjara 10 tahun. Begitu pula, keduanya dijerat dengan pasal 378
KUHP tentang penipuan.
Sangat berbeda dengan Khilafah. Persyaratan kelayakan tegaknya Khilafah di
suatu wilayah tatkala wilayah tersebut siap menerapkan Islam secara
menyeluruh dan jaminan keamanannya di tangan umat Islam.
Hasil dakwah yang dilakukan Mushab bin Umair telah menjadikan Madinah siap
menerima Islam dan membela kepemimpinan Islam. Keadaan demikian tidak bisa
dilepaskan dari peran Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair selaku tokoh Aus
dan Khozroj yang mengkondisikan madinah, hingga tidak ada satu rumah pun
kecuali Islam disebut di dalamnya. Artinya rakyat Madinah siap menerapkan
Islam dan membelanya dengan kekuatannya sendiri.
Kesimpulannya, fenomena Keraton Agung Sejagat menggambarkan betapa sakitnya
jiwa kehidupan masyarakat di era Kapitalisme Sekuler saat ini. Kebohongan
dan penipuan akan dilakukan untuk menumpuk sebesar - besarnya kebahagiaan
materi dunia.
Adapun Khilafah yang pernah menaungi hampir 2/3 dunia dalam keadilan Islam
selama 1300 tahun adalah nyata bukan halusinasi. Dan Khilafah akan tegak
kembali untuk kedua kalinya. Sungguh Rasul kami tidak pernah bohong.
Khilafah tersebut yang akan menjadikan Indonesia dan negeri - negeri Islam
lainnya menjadi negara adidaya dan berwibawa.
Post a Comment