Oleh: Agung Wisnuwardana (Divisi
Penggalangan Aspirasi Publik IJM)
Virus Corona sudah dinyatakan WHO
sebagai pandemi global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyarankan agar
Indonesia meningkatkan mekanisme tanggap darurat (emergency response) merespon
penyebaran virus corona baru atau Covid-19.
Saat rakyat merasa khawatir dengan
sebaran virus corona. Namun alih-alih meningkatkan status darurat corona,
Jokowi sebatas mengimbau kepada daerah untuk menetapkan status bencana non
alam. Pemerintah juga tidak melakukan lockdown dan hanya sebatas mengimbau
rakyat melakukan social distancing.
Ingat, wabah virus bisa terus terjadi
terus berulang dan makin rumit di antaranya akibat sikap abai penguasa yang
keliru dalam memgambil kebijakan. Bencana epidemi global ini terjadi berulang,
sehingga seharusnya sudah bisa diantisipasi dan dicegah dengan kebijakan
teepadu oleh Pemerintah. Nyatanya, bila dicermati pemerintah tetap saja
dianggap gagap; tak ada kebijakan dan tindakan cepat dan tanggap serta minim
ketegasan.
Kepemimpinan yang kuat dari seorang
kepala negaralah yang bisa mengatasi problem bencana virus sehingga semua
sektor bergerak bersama, harmonis dan maksimal. Struktur pemerintahan hingga
yang terendah juga bisa digerakkan. Semua sumberdaya yang dibutuhkan juga bisa
dikerahkan. Sayang, hingga kini hal itu belum terlihat.
Memberikan pelayanan kesehatan dan
bantuan kepada korban virus corona secara gratis dan besar-besaran memang
solusi, sebab jumlah korban berpotensi bisa sangat besar dan cakupan wilayahnya
sangat luas. Untuk itu juga semua struktur dan sumberdaya harus digerakkan.
Keterlibatan masyarakat bisa dimaksimalkan. Dana untuk hal pertama dan kedua
ini bisa dikeluarkan dari APBN sampai mencukupi tanpa dibatasi, sebab ini
berkaitan dengan nasib rakyat.
Bencana virus corona hanyalah salah
satu problem di antara banyak problem yang melanda bangsa dan negeri ini. Semua
ini mestinya membuka mata, pikiran dan hati kita bahwa itu adalah akibat
penyimpangan terhadap hukum Allah SWT dalam bentuk penerapan sistem demokrasi
dan kapitalisme yang rusak. Karena itu diperlukan solusi total dan tuntas.
Kita membutuhkan kebijakan-kebijakan
komprehensif yang terhimpun dalam manajemen bencana model Khilafah Islamiyah
yang tegak di atas akidah Islamiyah. Prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan
pada syariat Islam, dan ditujukan untuk kemashlahatan rakyat. Manajemen bencana
meliputi penanganan pra bencana, ketika, dan sesudah bencana sesuai rambu –
rambu Islam.
Sebab, kapitalisme menyuburkan
bencana dunia. Kapitalisme tidak dirancang untuk membuat keputusan berdasarkan
etika, tapi benar-benar didasarkan pada peningkatan hasil ekonomi. Dr. John
Ashton, Presiden Fakultas Kesehatan Masyarakat Inggris, dengan tepat
mengidentifikasi hal ini, “Kita juga harus mengatasi skandal keengganan
industri farmasi berinvestasi dalam penelitian untuk menghasilkan obat dan vaksin,
sesuatu yang tidak mau mereka lakukan karena jumlahnya, menurut mereka, sangat
kecil dan tidak sepadan dengan investasi. Ini menunjukkan kebangkrutan moral
perilaku kapitalisme yang kosong akan kerangka etika dan sosial.”
Seperti semua industri dalam Kapitalisme,
ekonomi pasar bebas telah memungkinkan industri farmasi untuk menjalankan
kekuasaan, kekuatan politik, dan pengaruh sosial terhadap pemerintah suatu
negara, jaringan pelayanan kesehatan, para dokter, dan rumah sakit menentukan
jenis perawatan apa yang dibutuhkan dan apa yang tidak dibutuhkan seperti untuk
virus corona.
Dengan kata lain, solusi total dan
tuntasnya adalah dengan kembali ke ketaatan kepada Allah SWT; kembali pada
sistem dan hukum Islam dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.
]ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[
Telah tampak kerusakan di darat dan
di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).[]
Post a Comment