Buletin Kaffah 135 (9 Sya’ban 1441 H-03 April 2020 M)
Corona Virus Disease 19 (Covid-19) terus menyebar ke
berbagai arah. Semua disasar. Tak peduli agama, suku, ras, tempat tinggal
maupun status sosial. Per 1 April 2020
sudah mencapai 1677 kasus positif, 157 meninggal dunia dan 103 sembuh. Artinya,
rata-rata tingkat kematiannya (case fatality rate) mencapai 9,36%. Angka ini
paling tinggi di Asia dan urutan kedua di dunia setelah Italia.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD memprediksi penyebaran Covid-19 ini seperti
gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terlihat tampak sedikit, padahal banyak
yang tidak terungkap.
Menurut prediksi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia (FKM UI), yg merupakan bagian draft “Covid-19 Modelling
Scenarios, Indonesia”, tanpa intervensi Negara, lebih kurang 2.500.000 org
berpotensi terjangkit Covid-19. Bila
intervensinya rendah, kurang lebih 1.750.000 org berpotensi terjangkiti
Covid-19.
Menurut prediksi beberapa kalangan, akan terjadi super
spreading (penyebaran tak terkendali) wabah ini pada Ramadhan & Lebaran
tahun ini.
Abainya Negara
Data-data penyebaran & korban kasus Covid-19 bukan
sekadar data statistik. Di dalamnya ada kepiluan, kelelahan dan tangisan.
Sebabnya, negara tak hadir mengurusi kesehatan rakyatnya.
Saat ini paramedis yang berada di garda terdepan penanganan
Covid-19 sudah mengalami kelelahan. Pasalnya, jumlah pasien lebih banyak dari
kapasitas rumah sakit. Kesediaan alat pelindung diri (APD) bagi paramedis
sangat minim. Mereka harus bertarung di garda terdepan tanpa perlindungan yg
memadai.
Karena itu mereka juga rawan terpapar oleh Covid-19.
Beberapa dokter dan tenaga kesehatan tlh menjadi korban keganasan Covid-19.
Saat yang sama, kapasitas rumah sakit rujukan terbatas. Tak bisa melayani semua
pasien. Rumah sakit terpaksa harus membuat prioritas.
Yang paling rentan adalah orang-orang yang memiliki imunitas
rendah. orang tua, anak-anak balita dan orang yang memiliki riwayat sakit yg
berat sangat rawan menjadi korban meninggal ketika terpapar Covid-19.
Arus perpindahan manusia, barang & angkutan dari &
ke zona merah (misalnya Jakarta) terus berlangsung. Bahkan saat ini terjadi fenomena mudik skala
besar dari Jakarta ke daerah asal karena ekonomi sedang lesu di Jakarta. Hal ini tentu akan menyebabkan penyebaran
Covid-19 semakin tak terkendali.
Sayang, penguasa negeri ini sejak awal menganggap remeh
Covid-19. Mereka mengabaikan pandangan para pakar kesehatan tentang bahaya
penyebaran Covid-19. Akhirnya, rezim penguasa cenderung santai. Mereka malah membuat pernyataan &
kebijakan yg kontraproduktif.
Misalnya, ingin
Corona bisa dimanfaatkan dalam bidang ekonomi dan pariwisata. Di tengah
Corona, rezim negeri ini mau agar
Indonesia bisa mengambil pasar produk yang sebelumnya impor dari Tiongkok &
membuka lebar pintu Indonesia untuk wisata bagi turis yang batal ke Tiongkok.
Bahkan rezim ini mengeluarkan 72 miliar untuk membiayai buzzer pariwisata.
Di tengah semua pihak sedang bertarung melawan Covid-19,
rezim ini pun terus membiarkan masuknya ratusan TKA Cina ke negeri ini. Jelas,
ini bukan sekadar pengabaian terhadap kesehatan rakyat, tetapi sudah termasuk
kejahatan kpd rakyat.
Seiring waktu, kasus terkait Covid-19 di Indonesia semakin
meningkat. Beberapa kepala daerah berusaha membuat kebijakan masing-masing
untuk menangani Covid-19. Hampir tak ada kepemimpinan dari pusat dalam
penanganan Covid-19. Desakan untuk
lockdown atau karantina wilayah pun disampaikan oleh banyak kalangan.
Namun, rezim bergeming. Rezim cenderung tak mau menanggung
konsekuensi pelaksanaan Pasal 55 ayat 1 UU No. 6 tahun 2018, yaitu Pemerintah
Pusat harus menjamin kebutuhan dasar org dan makanan hewan ternak bila
karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. Pemerintah sangat jelas
ingin menghindar dari tanggung jawab
ini.
Ironisnya, rezim negeri ini mengumumkan pemberlakuan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang rencananya akan dibarengi dengan
penetapan UU Darurat Sipil. Jika Darurat Sipil diberlakukan, Pemerintah sama
sekali tdk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Saat yang sama,
Pemerintah bisa leluasa bertindak otoriter terhadap rakyatnya. Ini akan semakin
merusak tatanan kehidupan bangsa ini.
Memang, Pemerintah tlh mengumumkan akan menambah anggaran
untuk penanganan Covid-19 sebesar 405,1 triliun rupiah. Namun, ternyata ini
akan diperoleh dengan meningkatkan hutang Indonesia. Rezim enggan menghentikan
ambisi pembangunan infrastruktur yang akan menelan anggaran 1600 triliun
rupiah.
Rezim pun enggan menunda atau menghentikan proyek
infrastruktur ibukota baru. Rezim tidak mau mengalihkan anggarannya untuk
memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yg terdampak wabah Covid-19.
Bahkan rezim menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 untuk dijadikan payung hukum agar tidak
dipermasalahkan jika terjadi defisit anggaran lebih dari 3% Pendapatan Domestik
Bruto (PDB). Diperkirakan negara akan
mengalami defisit anggaran 5,7% terkait penanganan Covid-19. Solusinya dg
menambah hutang, bukan merelokasikan anggaran-anggaran lain yg kurang penting.
Di sisi lain, proses pengundangan Omnibus Law yang penuh
pasal-pasal zalim pun terus melaju. Tak peduli Indonesia sedang terkena wabah
Covid-19.
Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa rezim negeri ini
benar-benar tak peduli rakyatnya.
Paradigma kapitalisme tlh merasuki sendi-sendi kekuasaan mereka. Mereka
lebih mementingkan kekuasaan & material ekonomi daripada kesehatan &
nyawa rakyatnya.
Butuh Pemimpin Bertakwa
Wabah Covid-19 ini makin menyadarkan kita bahwa kita butuh
pemimpin Muslim yg bertakwa. Tentu yg menerapkan syariah Islam. Pemimpin Muslim
yang bertakwa akan senantiasa memperhatikan urusan & kemaslahatan rakyatnya.
Sebab, dia takut kelak pada Hari Kiamat rakyatnya menuntut
dirinya di hadapan Allah SWT atas kemaslahatan rakyat yang terabaikan. Dia pun
sadar harus bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya di hadapan Allah SWT
kelak, termasuk urusan menjaga kesehatan masyarakat. Rasul saw. bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung
jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari & Muslim).
Karena itu, dalam Negara Islam, Pemerintah akan selalu
terikat dengan tuntunan syariah, termasuk dalam mengatasi wabah. Pemerintah
akan bekerja keras & serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat
kemunculannya sejak awal. Salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak.
Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا
وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah
kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian
tinggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).
Rasul saw. pun bersabda:
الطَّاعُونُ رِجْزٌ أَوْ عَذَابٌ أُرْسِلَ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا
عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ
Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel
atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri,
janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri & kalian
ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya (HR al-Bukhari).
Metode karantina di dalam Negara Islam ini tlh mendahului
semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khilafah Umar ra. saat terjadi wabah
Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para
pemimpin Muslim saat menghadapi wabah.
Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib
menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara free untuk seluruh rakyat
di wilayah wabah tersebut. Negara harus
mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan & fasilitas lainnya untuk
mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun
wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan
rakyat di wilayah wabah tersebut.
Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina
tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial & ekonomi tetap
berjalan.
Inilah langkah-langkah sahih yg akan dilakukan oleh negara
yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Khatimah
Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme dan di bawah
penguasa yg sangat abai terhadap rakyatnya. Sistem kapitalisme dan penguasanya
lebih mementingkan material ekonomi daripada nyawa rakyatnya.
Ingatlah, wabah ini tak hanya mengenai orang-orang zalim di
antara kita, tetapi juga mengenai orang-orang yg beriman. Inilah fitnah wabah penyakit yg sedang
terjadi. Semoga kita semua dapat saling tolong-menolong di tengah rezim negeri
ini yg tampak sangat abai.
Lebih dari itu, inilah saatnya kita dan seluruh rakyat
menyadari kebobrokan sistem kapitalisme dan para penguasanya yg zalim. Inilah saatnya kita dan seluruh rakyat kembali
ke sistem Islam yang berasal dari Zat yang Mahakuasa, Allah SWT, yakni dg
menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah ’ala minhaj
an-nubuwwah. []
—*—
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ
خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Takutlah kalian terhadap bencana yang tdk khusus menimpa
orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, sungguh Allah Mahakeras
siksa-Nya. (TQS al-Anfal [8]: 25). []
—*—
Download File PDF:
http://bit.ly/kaffah135
Post a Comment