Oleh: Tarbiyatul Ulya
Hingga kini penyebaran virus corona belum juga mereda. Berbagai kebijakan telah dilakukan dalam rangka menekan jumlah peningkatan korban virus. Mulai dari Herd immunity, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), lockdown di berbagai daerah tertentu bahkan kebijakan berdamai dengan corona.
Namun disisi lain sebagian elit politik pemegang kebijakan justru melakukan pembukaan moda transportasi pada bandara, kereta api jarak jauh hingga muncul kebijakan mudik vs pulang kampung. Tentu hal ini menuai berbagai respon yang berbeda-beda oleh beberapa pihak.
Juru bicara penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hanya mengatur PSBB dan tidak dimaknai menghilangkan PSBB.
Wali kota Bekasi Rahmat Effendi menghimbau agar warganya tidak mudik lokal saat lebaran nanti yakni silaturahim ke rumah kerabat/keluarga yang berada di kawasan Jabodetabek, misal dari Bekasi berkunjung ke saudara/keluarga di Depok. “Kalau ke sesama Bekasi dekat, sepanjang menjaga physical distancing atau menjaga jarak ya enggak apa-apa,” ujar dia.
Sementara itu, peraturan Menhub perbolehkan mudik lokal meskipun Wali Kota Bekasi melarang warganya keluar wilayah Bekasi untuk bersilaturahim dengan keluarganya Lebaran nanti, tetapi tak ada aturan yang melarang mudik lokal ini. (KOMPAS.com)
Ratusan calon penumpang berdesakan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis pagi 14 Mei 2020. Mereka bertumpuk tanpa memperhatikan jarak aman di posko pemeriksaan dokumen perjalanan.
Kerumuman calon penumpang yang antre tanpa jaga jarak itu viral di media sosial. Sebagian mengecam karena protokol kesehatan di tengah pandemi virus Corona/Covid-19 tidak dilaksanakan, apalagi di tengah larangan mudik.
https://www.liputan6.com/news/read/4255060/headline-heboh-penumpang-pesawat-membeludak-vs-larangan-mudik-apa-jalan-tengahnya
Kebijakan pemerintah pusat yang inkonsisten dan tak konsekuen mengakibatkan polemik munculnya wabah baru. Hal ini sangat berbahaya dalam upaya memutus rantai sebaran virus. Bahkan berpotensi meningkat menjadi sebaran virus gelombang kedua dan peluang kematian semakin tinggi.
Rezim neoliberal plin plan dalam penanganan wabah. Penguasa tunduk pada pemilik modal yakni pengusaha asing bidang kesehatan. Kepemilikan modal asing tidak lagi dibatasi. Jelas hal ini menguntungkan korporat. Nyawa rakyat dijadikan tumbal, rakyat jadi korban lahan bisnis ekonomi kapitalis.
Dalam ekonomi kapitalis, pengelolaan kebijakan dan aturan bersifat parsial bukan terpusat. Pemerintah pusat seakan abai terhadap nyawa rakyat. Untuk itu perlu adanya aturan yang sistematis baik dari pusat maupun daerah. Harus ada koordinasi pembuat kebijakan sehingga satu komando. Kebijakan seharusnya tidak hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi kapitalis tetapi juga memperhitungkan keselarasan aspek kesehatan.
Aturan Islam (syariah) memandang nyawa rakyat sebagai kebutuhan pokok. Tidak ada kapitalisasi ekonomi maupun eksploitasi bidang kesehatan. Negara akan bertanggung jawab penuh dalam menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Termasuk aspek kesehatan dan keselamatan rakyat karena setiap amanah kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan kelak di yaumil akhir.
Post a Comment